NAMO USNISA VIJAYA DHARANI
NAMO SARVA TATHAGATA
NAMO MAHAKARUNIKAYA SARVA TATHAGATA TRAILOKA PUJITO
TADYATHA:"OM AMILIDA DEKA FADI SVAHA"!
NAMO SARVA TATHAGATA
NAMO MAHAKARUNIKAYA SARVA TATHAGATA TRAILOKA PUJITO
TADYATHA:"OM AMILIDA DEKA FADI SVAHA"!
Sutra ini telah saya, Ananda, mendengar sendiri
daripada Bhagavan Buddha.
Demikianlah telah kudengar, pada suatu ketika,
Bhagavan Buddha berdiam di Shravasti di Jetavana, dalam Taman Anathapindaka
(orang yang berkebajikan terhadap anak yatim piatu dan mereka yang tinggal
berseorangan), bersama pengikut-pengikut tetap-Nya yang terdiri daripada seribu
dua ratus lima puluh Maha Bhiksu dan dua belas ribu Sangha Maha Bodhisattva
kesemuanya.
Ketika itu juga, dewa-dewa Surga Trayastrimsa
telah mengadakan perhimpunan di Dewan Dharma Sempurna. Di antara mereka yang
hadir ialah Dewaputra Tusita. Bersama dewaputra-dewaputra lain, Dewaputra
Tusita turut bersuka ria di dalam dewan serta di luar, di halaman, taman bunga
dan menara, asyik menikmati kebahagiaan hidup surga. Mereka sangat gembira,
menyanyi-nyanyi, menari-nari menghibur diri bersama dewi-dewi surga.
Sejurus malam menjelma, Dewaputra Tusita
tiba-tiba mendengar suara di angkasa yang berkata, "Dewaputra Tusita,
engkau hanya akan hidup selama tujuh hari lagi. Selepas mangkat, engkau akan
dilahir semula di Jambu-dvipa (Bumi), sebagai binatang selama tujuh hayat
berturut-turut. Kemudian, akan jatuhlah kamu ke alam neraka untuk
menderita lagi. Hanya setelah menerima
karmamu, barulah akan engkau lahir semula dalam dunia manusia, tetapi ke dalam
keluarga terhina dan miskin. Semasa dalam kandungan ibu, engkau tidak akan
mempunyai mata, dan buta apabila lahir."
Setelah mendengar kata-kata tersebut,
Dewaputra Tusita begitu takut sehingga tegak bulu romanya. Dengan hati yang
diselubungi risau dan derita, Dewaputra Tusita lantas berkejar ke istana
Dewaraja Sakra (Raja Dewata di Surga Trayastrimsa), Sambil menangis sekuat hati
karena tidak tahu apa lagi yang harus dilakukannya, Dewaputra Tusita pun
bersujud di kaki Dewaraja Sakra lalu memberitahu Dewaraja Sakra tentang apa
yang telah berlaku.
"Sewaktu hamba asyik menghayati lagu dan
tarian bersama dewi-dewi surga, tiba-tiba hamba mendengar suara di angkasa yang
berkata bahwa hidup hamba tinggal tujuh hari saja, dan kemudian hamba akan
lahir semula sebagai binatang dalam dunia Jambu-dvipa selama tujuh hayat
berturut-turut. Setelah itu, hamba akan terjerumus ke alam neraka untuk
menderita lagi. Setelah penghukuman karma hamba selesai, barulah hamba akan
lahir semula dalam dunia manusia. Walau demikian, hamba akan lahir cacat tanpa
mata dalam keluarga miskin dan terhina. Raja Surga, bagaimanakah dapat hamba
melepaskan diri daripada penderitaan ini? "
Dewaraja Sakra merasa sungguh heran dan
terkejut atas penjelasan dan ratapan Dewaputra Tusita itu. Hati kecilnya berfikir,
"Dalam tujuh haluan buruk dan rupa buruk manakah akan Dewaputra Tusita ini
dilahirkan semula berturut-turut?"
Dewaraja Sakra dengan serta-merta menenangkan
mindanya untuk memasuki keadaan Samadhi lalu membuat pemerhatian teliti. Dengan
segera, Dewaraja Sakra mendapati bahawa Dewaputra Tusita akan dilahir semula
tujuh kali berturut-turut dalam haluan buruk berupa babi, anjing, musang,
monyet, ular sawa, gagak serta burung nasar, kesemuanya yang hidup memakan
makanan kotor dan busuk. Setelah memperhatikan bakal keadaan tujuh rupa lahir
semula Dewaputra Tusita, hati Dewaraja Sakra hancur dan penuh duka, tetapi
Dewaraja Sakra tiada ikhtiar untuk menolong Dewaputra Tusita. Raja Sakra
berpendapat bahwa hanya Tathagata, Arhat, Samyak-sambuddha sajalah yang dapat
menyelamatkan Dewaputra Tusita dari penderitaan haluan buruk yang bakal
menimpanya.
Maka, awal malam hari itu, Dewaraja Sakra
telah menyediakan
berbagai jenis bunga malai serta
wangi-wangian. Selepas menjubahi diri dengan pakaian dewa yang halus, Dewaraja
Sakra membawa barang pemujaannya ke Taman Anathapindaka, tempat penginapan
Bhagawan Buddha. Sesampainya di sana, Dewaraja Sakra mula-mula bersujud di kaki
Bhagavan Buddha sebagai tanda memberi hormat, kemudian memuja Bhagavan dengan
berjalan perlahan-lahan mengelilingi-Nya tujuh kali mengikut arah jam, sebelum
membentangkan puja (barang-barang penyembahan) Dewaraja Sakra yang mewah itu.
Sambil berlutut di hadapan Bhagavan, Dewaraja Sakra telah menerangkan dan
menguraikan nasib Dewaputra Tusita yang bakal terjerumus ke haluan buruk,
dengan tujuh hayat lahir-semula berturut-turut dalam rupa binatang, dan hal
yang akan menimpanya selepas kesemua itu.
Dengan serta-merta, dari usnisa (puncak
silara) Tathagata, berbagai sinaran cahaya memancar dan menerangi seluruh
penjuru dunia dalam kesemua sepuluh arah, lalu memantul mengelilingi Bhagavan
Buddha tiga kali sebelum kembali ke mulut-Nya. Selepas itu, Bhagavan Buddha
tersenyum dan bersabda kepada Dewaraja Sakra, "Raja Surga, dengarlah
dengan penuh perhatian. Pada waktu asamkhyeya eon yang tidak terkira dahulu,
terdapat seorang Buddha yang bergelar Vipasyin Tathagata, Arhato,
Samyak-sambuddha, Yang Memiliki Pikiran dan Perbuatan Sempurna, Yang telah
mencapai Maha Pari Nirvana, Maha Mengetahui Dunia, Maha Pengatur, Pejuang yang
Tiada Taranya, Pemusnah Nafsu, Guru Para Dewa dan Manusia, Yang Sadar dan Yang
Dhormati Dunia, lengkap dengan sepuluh gelaran bagi seorang Buddha. Selepas
afiniti untuk menyelamatkan makhluk-makhluk di dunia ini berakhir, Vipasyin
Buddha telah memasuki Maha Parinirvana. Pada Zaman Dharma Imej Buddha itu,
terdapat sebuah negara yang dikenali sebagai Varanasi. Di dalam negara
tersebut, terdapat seorang Brahmin yang telah meninggal dunia sejurus selepas
isterinya melahirkan seorang cahaya mata lelaki. Anak yatim ini dibesarkan
sepenuhnya oleh ibunya. Setelah dewasa, dia bersawah untuk memenuhi hidup.
Namun, disebabkan mereka amat miskin, ibunya terpaksa mengemis merata-rata
untuk mendapatkan makanan bagi anaknya.
Pada suatu hari, ibunya gagal mendapatkan
makanan dan waktu makan juga telah berlalu. Anaknya menjadi marah lalu
mendendami ibunya disebabkan kelaparan dan kehausan. Dengan api kemarahan yang
marak, dia tidak henti-hentinya menyalahkan ibunya, "Mengapakah ibu belum
mengantarkan makanan ke sini pada hari ini?"
Lantas, dia mengutuk lagi, "Cis! Ibu saya
tidak pun layak dibandingkan dengan binatang. Saya melihat babi, anjing,
musang, monyet, ular sawa, gagak serta burung nesar semuanya menjaga dan
membesarkan anak-anak dengan begitu penuh belas kasihan. Anak-anak tidak
dibiarkan kelaparan atau kehausan, malah tidak seketika pun ditinggalkan.
Mengapakah ibu saya masih belum datang? Saya sudah merasa amat lapar dan haus
sedangkan ibu masih belum mengantarkan makanan ke sini!"
Tidak lama selepas hatinya menaruh dendam,
ibunya segera memohon makanan lantas bergegas ke sawah sambil mebujuk anaknya
supaya ia tidak marah. Mereka baru saja mau duduk dan makan, tiba-tiba, seorang
Pratyekabuddha muncul dalam rupa seorang Bhiksu, dan terbang di angkasa dari
arah selatan ke utara. Anak yatim ini melihat fenomena yang ganjil tersebut
lalu merasa hormat dan kagum. Dia dengan segera bangun dan menyusunkan kedua
telapak tangannya bersama lalu bersujud penuh sambil menjemput Pratyekabuddha
itu turun. Pada masa itu, Pratyekabuddha itu telah menerima jemputannya. Dia
amat gembira dan giat menyediakan tempat duduk dengan lalang putih. Selain itu,
dengan penuh hormat, dia telah mempersembahkan bunga yang bersih dan suci,
serta sebagian makanannya kepada Pratyekabuddha itu dengan dua belah tangan.
Selepas makan, Bhiksu itu menkhutbahkan ajaran penting Dharma Buddha kepadanya
agar dia merasa sukacita. Atas sebab dan afiniti ini, anak yatim tersebut
kemudian menjadi Sramanera dan juga dilantik sebagai Bhiksu yang menguruskan
urusan dalam Vihara.
Pada waktu itu, seorang Brahmin telah
mendirikan sebuah Vihara untuk penginapan para Sangha. Seorang lagi penderma
pula menghadiahkan banyak mentega dan makanan kepada mereka. Secara kebetulan,
terdapat banyak Bhiksu mengembara yang menetap di situ dan sedang makan pada
masa itu, Bhiksu yang mengurus urusan Vihara itu setelah melihat keadaan
tersebut lalu timbul perasaan benci dan tamak. Dia menganggap para Bhiksu yang
mengembara itu sebagai orang yang amat menyusahkan dan menimbulkan masalah.
Oleh karena itu, dia telah menyimpan semua mentega dan makanan yang dihadiahkan
lalu tidak membenarkan mereka makan. Karena hal demikian, Bhiksu yang
mengembara itu telah mempersoalkannya, "Penyembahan ini telah dimaksudkan
untuk semua ahli Sangha yang berada di dalam Vihara. Mengapa kamu menyimpan
penyembahan makanan tersebut dan tidak membenarkan semua orang memakannya?
"
Bhiksu yang mengurus urusan Vihara itu merasa
benci dan melepaskan kemarahannya, "Kamu semua, Bhiksu yang mengembara,
mengapa kamu tidak makan saja najis dan kencing? Kenapa kamu mau meminta
mentega? Sudahkah mata kamu menjadi buta? Apakah kamu melihat saya
menyembunyikan mentega itu?" Bhagavan Buddha memberitahu Dewaraja Sakra,
"Anak yatim lelaki Brahmin pada waktu itu ialah Dewaputra Tusita sekarang.
Disebabkan dia mendendami dan membandingkan ibunya dengan binatang, kini dia
akan menerima pembalasan dalam rupa hewan untuk tujuh hayat berturut-turut. Ada
lagi, sewaktu dia menjadi Bhiksu yang mengurus urusan Vihara, dia telah
mengeluarkan ucapan-ucapan memakan najis dan kencing yang kotor. Pada
pembalasan karmanya ialah dia akan selalu makan makanan yang tidak bersih.
Karena tamak dan tidak mau memberi makanan yang disembahkan kepada para Sangha,
dia akan menderita di alam neraka. Sebagai pembalasan memarahi Sangha,dia akan
buta, dia tidak akan mempunyai mata. Untuk tujuh ratus hayat, dia akan sentiasa
buta dan hidup dalam kegelapan serta mengalami kesengsaraan yang amat.
Raja Surga! Kamu harus sadar bahwa karma-karma
buruk begini pasti akan menerima pembalasan akibat kelakuan buruknya. Dosa ini
tidak mungkin luntur atau dihapuskan. Yang keduanya, Raja Surga! Kebahagiaan
hidup di surga yang dinikmati Dewaputra Tusita adalah disebabkan ia pernah
membuat persembahan kepada Pratyekabuddha, menyediakan tempat duduk,
mempersembahkan bunga, mendermakan makanannya dengan penuh hormat dan pernah
mendengar Dharma Buddha. Setelah kalpa yang tidak terkira banyaknya berlalu,
dia masih dapat mengecapi kebahagiaan yang agung dan tiada ada tandingannya. Di
samping itu, sewaktu Pratyekabuddha terbang melintasi langit, dia telah
memandang ke atas dan melahirkan perasaan penuh hormat lalu bersujud penuh.
Disebabkan kebaktian dan jasa ini, dia telah diberitahu terlebih dahulu akan
pembalasannya oleh suara dewa dari langit. Dewa itu sebenarnya ialah Dewa
Istana Dewaputra Tusita!" "Raja Surga, ada sekarang Dharani yang
dikenal sebagai “Usnisa Vijaya Dharani”. Dharani ini dapat mensucikan segala
karma buruk dan menghapus segala sengsara kelahiran dan kematian. Di samping
itu, Dharani ini boleh membebaskan segala makhluk dari alam neraka, alam Raja
Yama dan alam binatang daripada mengalami kesengsaraan, memusnahkan semua alam
neraka dan membolehkan makhluk-makhluk berubah haluan ke haluan suci.
"Raja Surga, sekiranya ada yang mendengar
Usnisa Vijaya Dharani ini walaupun hanya sekali, segala karma buruk dari
kehidupan dahulunya (yang patut menyebabkannya terjerumus ke alam neraka) akan
dimusnahkan semuanya. Sebaliknya, ia juga akan memperoleh badan yang suci dan
halus. Tidak kira di mana ia lahir semula, ia akan mengingat Dharani ini dengan
jelas dari satu Tanah Suci Buddha ke Tanah Suci Buddha yang lain, dari satu
alam surga ke alam surga yang lain. Sesungguhnya, di seluruh Surga
Trayastrimsa, di manapun ia lahir semula, tidak akan ia lupakan Dharani
ini."
"Raja Surga, sckiranya ada yang
mengingati Dharani ini saat ia hampir meninggal dunia, walau hanya untuk
seketika, umurnya akan dipanjangkan dan ia akan mengalami penyucian badan,
ucapan dan pikiran.Ia akan menikmati kesejahteraan yang merata bersesuaian
dengan jasanya, dan ia tidak akan sakit menderita. Sambil menerima pahala dari
semua Tathagata, dilindungi semua dewa surga dan Bodhisattva, ia akan dihormati
serta dimuliakan oleh semua orang dan segala karma buruknya musnah."
"Raja Surga, sekiranya ada yang dapat
membaca atau menlafalkan Dharani ini dengan ikhlas walaupun untuk masa yang
amat pendek, segala karma buruknya yang sepatutnya membawa penderitaan ke
alam-alam neraka, alam Raja Yama, binatang, dan hantu kelaparan akan
dimusnahkan sepenuhnya tanpa meninggalkan walaupun hanya sedikit karma buruk.
la akan bebas untuk pergi ke mana-mana Tanah Suci Buddha dan istana-istana
surga dan semua pintu kediaman Bodhisattva akan terbuka untuknya tanpa adanya
halangan."
Selepas mendengar khutbah tersebut, Dewaraja
Sakra lantas memohon kepada Bhagavan Buddha, "Demi kepentingan segala
makhluk, sudilah Bhagavan Buddha memberikan khutbah tentang cara-cara
melanjutkan usia seseorang."
Bhagavan Buddha mengetahui permohonan dan
keinginan Dewaraja Sakra untuk mendengar khutbah-Nya tentang Dharani ini, lalu
mengucapkan Mantra tersebut, seperti demikian:
"NAMO BHAGAVATE TRAILOKYA PRATIVISISTAYA
BUDDHAYA BHAGAVATE. TADYATHA, OM, VISUDDHAYA-VISUDDHAYA, ASAMA-SAMA SAMANTAVABHASA-
SPHARANA GATI GAHANA SVABHAVA VISUDDHE, ABHISINCATU MAM. SUGATA VARA VACANA
AMRTA ABHISEKAI MAHA MANTRA-PADAI. AHARA-AHARA AYUH SAM-DHARANI.
SODHAYA-SODHAYA, GAGANA VISUDDHE. USNISA VIJAYA VISUDDHE. SAHASRA-RASMI,
SAMCODITE, SARVA TATHAGATA AVALOKANI,
SAT-PARAMITA, PARIPURANI, SARVA TATHAGATA MATI DASA-BHUMI, PRATI-STHITE, SARVA
TATHAGATA HRDAYA ADHISTHANADHISTHITA MAHA-MUDRE. VAJRA KAYA, SAM-HATANA
VISUDDHE. SARVAVARANA APAYA DURGATI, PARI-VISUDDHE, PRATI-NIVARTAYA AYUH
SUDDHE. SAMAYA ADHISTHITE. MANI-MANI MAHA MANI. TATHATA BHUTAKOTI PARISUDDHE.
VISPHUTA BUDDHI SUDDHE.
JAYA-JAYA, VIJAYA-VIJAYA, SMARA-SMARA. SARVA
BUDDHA ADHISTHITA SUDDHE. VAJRI VAJRAGARBHE, VAJRAM BHAVATU MAMA SARIRAM. SARVA
SATTVANAM CA KAYA PARI VISUDDHE. SARVA GATI PARISUDDHE. SARVA TATHAGATA SINCA
ME SAMASVASAYANTU. SARVA TATHAGATA SAMASVASA ADHISTHITE, BUDDHYA-BUDDHYA,
VIBUDDHYA-VIBUDDHYA, BODHAYA-BODHAYA, VIBODHAYA-VIBODHAYA. SAMANTA PARISUDDHE.
SARVA TATHAGATA HRDAYA ADHISTHANADHISTHITA MAHA-MUDRE SVAHA.
Kemudian Bhagavan Buddha mengisytihar kepada
Dewaraja Sakra, "Mantra di atas dikenali sebagai ' Usnisa Vijaya Dharani
yang Menyucikan Segala Haluan Buruk'. Dharani ini berupaya mengatasi segala
rintangan karma buruk dan menghapuskan semua derita haluan buruk."
"Raja Surga, Dharani agung ini
dikhutbahkan serentak oleh semua Buddha, sebanyak butiran pasir di dalam
delapan puluh delapan ratus ribu koti Sungai Gangga. Semua Buddha menerima dan
mengamalkan Dharani ini, yang telah diuji kebenarannya oleh Mohor Kearifbijaksanaan
Maha Vairocana Tathagata, dengan hati yang sukacita. Dharani ini diumumkan
dengan tujuan menghilangkan segala penderitaan yang ditanggung oleh makhluk
yang berada di dalam haluan buruk, untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan
di alam neraka, alam binatang dan alam Raja Yama; untuk menyelamatkan makhluk
yang sedang menghadapi bahaya terjerumus ke dalam kitaran kelahiran-kematian
(samsara); untuk membantu makhluk yang tidak berdaya, yang mempunyai usia yang
pendek, dan yang bernasib malang serta untuk menyelamatkan makhluk yang suka
melakukan segala jenis perbuatan jahat. Ada lagi, kuasa yang menjelma akibat
pengamalan Dharani ini dalam dunia Jambu-dvipa membolehkan makhluk di dalam
alam neraka dan alam-alam buruk lain, yang bernasib malang dan berputar dalam
kitaran kelahiran-kematian, yang tidak percaya akan wujud perbuatan baik dan
buruk, dan yang menyimpang dari jalan benar, akan semuanya dibebaskan."
Bhagavan Buddha
mengingatkan Dewaraja Sakra sekali lagi, "Tathagata kini menitahkan
Dharani sakti ini kepadamu. Haruslah engkau memaklumkannya kepada Dewaputra
Tusita. Di samping itu, haruslah engkau menerima dan berpegang kepadanya,
membaca dan menglafalkannya, menghayatinya secara mendalam, menghargainya,
menghafal dan menghormatinya. Mudra Dharani ini juga harus diumumkan secara
meluas kepada semua makhluk di dalam dunia Jambu-dvipa. Tathagata juga
mengamanahkan kepadamu, demi kebahagiaan semua makhluk surga, Mudra Dharani ini
patut disebarkan. Raja Surga, engkau harus tekun melindungi dan berpegang kepadanya.
Jangan biarkan Dharani ini hilang atau dilupakan."
"Raja Surga, sekiranya ada yang mendengar
Dharani ini walau hanya untuk seketika, ia tidak akan mengalami karma daripada
karma buruk dan kesalahan berat yang terkumpul dari ribuan kalpa dahulu yang
sepatutnya menyebabkannya berada dalam kitaran kelahiran-kematian - dalam
segala rupa hidup haluan buruk - alam neraka, ' hantu-lapar', binatang, dunia
Raja Yama, Asura, Yaksa, Raksasa, Putana, Kataputana, Apasmara, hantu dan
roh-roh, dalam rupa nyamuk dan agas, kura-kura, anjing, ular sawa, burung,
binatang liar, hewan-hewan merangkak maupun semut dan bentuk kehidupan yang
lain. Hasil daripada manfaat mendengar Dharani ini walau hanya seketika,
selepas hidup ini, ia akan dilahirkan semula serta-merta di Tanah-Tanah Suci
Buddha bersama dengan semua Buddha dan Ekajati-Pratibaddha Bodhisattva, atau di
dalam keluarga Brahmin atau Ksatriya yang terkemuka, atau keluarga yang kaya
dan berpengaruh yang lain. Raja Surga, disebabkan ia berkebajikan mendengar Dharani
ini, ia akan dilahirkan semula dalam keluarga yang mewah dan dihormati, dan
setelah itu, dilahirkan semula di tempat yang suci."
"Raja Surga, apabila memperoleh
Bodhimanda terhormat dan mulia juga adalah akibat yang dibawa semata-mata oleh
pemujian kebaikan Dharani ini. Raja Surga, maka Dharani ini dikenal sebagai
Dharani yang Membawa Berkah, yang boleh menyucikan segala haluan buruk. Usnisa
Vijaya Dharani ini menyerupai Mutiara Mani yang terang bersinar - suci dan
sempurna, jernih bagaikan langit dan kegemilangannya menyinar dan memancar ke
seluruh pelosok dunia. Sekiranya makhluk-makhluk berpegang kepada Dharani ini,
mereka akan turut menjadi suci dan terang. Dharani ini menyerupai emas
Jambunada - terang, bersih dan lembut, tidak tercemar oleh kotoran, dan siapa
saja yang melihatnya turut berkenan olehnya. Raja Surga, makhluk yang berpegang
kepada Dharani ini juga demikian suci dan murni. Mereka ini akan lahir semula
dalam haluan suci berdasarkan kesucian dan amalan Dharani yang
mengagumkan."
"Raja Surga, di mana Dharani ini hadir,
sekiranya Dharani ini boleh dicetak untuk kebahagiaan mahluk, disebarluaskan,
diterima dan diamalkan, dibaca serta dilafalkan, didengar dan dihormati, hal
ini akan menyucikan segala haluan buruk; penderitaan dan kesengsaraan di
neraka-neraka akan hilang dengan sepenuhnya."
Bhagavan Buddha bersabda dengan teliti kepada
Dewaraja Sakra sekali lagi, "Sekiranya ada yang dapat menulis Dharani ini
dan memaparkannya di atas panji-panji yang tinggi, gunung yang tinggi, bangunan
yang tinggi ataupun menyimpannya di dalam stupa; Raja Surga, kalau ada Bhiksu
atau Bhiksuni, Upasaka atau Upasika, kaum lelaki atau perempuan yang melihat
Dharani sakti ini terbentang di atas struktur-struktur tersebut, atau struktur
ini membayangi mereka yang menghampirinya, atau abu dari Dharani itu tertiup
mengenai badan mereka; Raja Surga, menurut pengumpulan dosa dan karma buruk
mereka, walaupun makhluk-makhluk ini sepatutnya jatuh ke dalam alam neraka,
alam binatang, alam ' hantu-lapar', alam Raja Yama, Asura dan sebagainya untuk
menderita dalam haluan buruk, namun mereka tidak akan menanggung dosa-dosa ini
dan juga tidak akan dicemari oleh keburukan moral. Raja Surga! Sebaliknya,
semua Bhagavan Buddha akan mengaruniakan Vyakarana (penetapan) kepada makhluk-
makhluk ini, yang mereka akan menuju ke arah Anuttara-samyak-sambodhi
(Penerangan Sempurna) dan tidak akan luntur keyakinannya."
"Raja Syurga, malah kalau seseorang
membuat berbagai penyembahan berbentuk kalungan bunga, wangi-wangian,
panji-panji dan sepanduk, langit yang dihiasi permata, pakaian, kalungan
permata dan sebagainya untuk menghiasi dan menghormati Dharani ini; dan
sekiranya ada yang membangun stupa khusus untuk menyimpan Dharani ini di
simpang jalan utama, dan kemudian berjalan mengelilingi stupa tersebut sambil
menyusun kedua tapak tangan dalam tanda memberi hormat, serta bersujud menerima
petunjuk ajaran Buddha, Dharma, dan Sangha; Raja Surga, mereka yang membuat
penyembahan sedemikian akan digelari Mahasattva Agung, pengikut Bhagavan yang
setia dan penyokong Dharma. Stupa-stupa sedemikian akan dianggap sebagai stupa
sharira seluruh-jasad Tathagata."
Pada saat itu, raja alam neraka, Raja Yama
tiba di tempat penginapan Bhagavan Buddha pada awal malam. Mula-mula, dengan
menggunakan pakaian dewa, bunga-bungaan yang cantik, wangi-wangian dan
perhiasan-perhiasan lain, baginda telah memberi penghormatan dan membuat
penyembahan kepada Bhagavan Buddha, sebelum berjalan mengelilingi Bhagavan
Buddha sebanyak tujuh kali. Sambil bersujud penuh, baginda telah memeluk tapak
kaki Bhagavan sebagai tanda hormat, kemudiannya berkata, "Hamba mendengar
bahwa Tathagata sedang berkhutbah memuji amalan Dharani berkuasa ini; hamba
datang karena ingin belajar dan seterusnya mengamalkannya. Hamba akan selalu melindungi
makhluk yang menerima, membaca, melafazkan, dan mempraktikkan amalan Dharani
berkuasa inl, dan menghalangi mereka dari terjatuh ke dalam alam neraka karena
mereka telah mengikuti ajaran Tathagata." Pada masa itu, keempat-Maha Raja
Langit Pelindung Dunia - Catur-maharaja (Empat Raja Surga), telah mengelilingi
Bhagavan Buddha tiga kali, lantas memohon dengan penuh hormat, "Bhagavan
Buddha, sudilah Tathagata dapat menjelaskan dengan teliti cara-cara untuk
mengamalkan Dharani ini."
Bhagavan Buddha pun berucap kepada Empat Raja
Surga itu, "Dengarlah dengan penuh perhatian! Demi kepentinganmu dan juga
kepentingan makhluk-makhluk berusia pendek, Tathagata akan berkhutbah tentang
cara-cara untuk mengamalkan Dharani ini."
"Mula-mula, seseorang itu harus memandikan
diri dan memakai pakaian bersih yang baru, mematuhi dan mengamalkan petua-petua
'precept' dan melafalkan Dharani ini seribu kali pada hari bulan purnama - hari
ke-15 bulan lunar. Ini akan membolehkan orang itu melanjutkan usianya dan
sentiasa bebas daripada penderitaan akibat sakit. Semua halangan karmanya,
termasuk yang boleh menyebabkannya menderita di alam neraka, akan dibasmikan
kesemuanya. Jika burung, binatang dan makhluk lain mendengar Dharani ini
walaupun sekali, selepas tamatnya hayat ini, mereka tidak akan lahir lagi dalam
rupa badan yang kotor dan kasar begitu."
Bhagavan Buddha meneruskan lagi,
"Sekiranya ada yang menderita akibat penyakit tenat terdengar Dharani ini,
ia akan senantiasa bebas dari penyakit tersebut. Semua penyakit yang lain turut
dibasmi bersama dengan karma buruk yang sepatutnya menyebabkannya terjerumus ke
haluan buruk. Selepas akhir hayat ini, ia akan lahir semula dalam Dunia
Kebahagiaan Tertinggi. Dari hayat tersebut seterusnya, tidak akan ia lahir
semula dari rahim. Sebaliknya, di mana jua ia lahir semula, ia akan menjelma
dari bunga teratai. Ia akan selalu mengingat dan mengamalkan Dharani ini di
samping mendapatkan pengetahuan tentang kehidupan silamnya tidak kira mana ia
dilahirkan."
Bhagavan Buddha menambah kata, "Sekiranya
ada yang telah melakukan berbagai kegiatan buruk dan dosa berat sebelum
meninggal dunia, ia sudah tentunya akan terjerumus ke alam neraka, binatang
atau ' hantu-lapar', ataupun ke dalam Neraka Avici besar, atau lahir semula
sebagai hewan air, atau dalam rupa burung dan binatang berdasarkan dosa-dosa
yang dilakukannya selepas akhir hidupnya. Sekiranya ada orang yang kemudian
mengambil sebahagian daripada tulang rangka mendiang, dan sambil memegang
segenggam tanah, melafalkan Dharani ini 21 kali dan selepas itu ditaburkan pada
tulang-tulang itu. Ini akan membolehkan mendiang lahir semula di surga."
Bhagavan Buddha berucap lagi, "Sekiranya
seseorang itu boleh melafalkan Dharani ini 21 kali sehari, ia berhak menerima
segala pahala alam dunia, dan akan dilahirkan semula dalam Dunia Kebahagiaan
Tertinggi selepas meninggal dunia. Sekiranya ia sering melafalkan Dharani ini,
ia akan mencapai Maha Parinirvana dan berupaya melanjutkan usianya di samping
menikmati hidup yang amat bahagia. Selepas hidup ini berakhir, ia akan lahir
semula di salah satu Tanah Suci Buddha yang mengagumkan dan selalu didampingi
oleh para Bhagavan Buddha. Kesemua Tathagata akan senantiasa berkhutbah tentang
kebenaran mendalam Dharma yang mengagumkan, dan kesemua Bhagavan Buddha akan mengaruniakan
penetapan Kesadaran Mulia kepadanya. Cahaya yang memancar dari tubuhnya akan
menyinari seluruh penjuru Tanah Suci Buddha"
Bhagavan Buddha menjelaskan lagi, "Untuk
melafalkan Dharani ini, pada mulanya, seseorang itu harus menggunakan tanah
yang bersih dan suci untuk membina tempat pemujaan empat segi yang saiznya
mengikut kemampuan masing-masing di hadapan Rupang Bhagavan Buddha. Setelah
itu, orang itu harus menaburkan berbagai rumput- rampai dan bunga di atas
tempat pemujaan itu, dan membakar berbagai jenis kemenyan bermutu. Kemudian,
sambil berlutut dengan meletakkan lutut kanan di atas lantai, melafalkan nama
Buddha dengan penuh konsentrasi dalam hati, dan meletakkan kedua belah tangan
dalam bentuk simbol Mudrani (yaitu dengan membengkokkan jari penunjuk dan
menekannya ke bawah menggunakan ibu jari; kedua belah tapak tangan dihadap dan
diposisikan di hadapan dada) dengan penuh penghormatan, seseorang itu harus
melafalkan Dharani tersebut sebanyak 108 kali. Kemudian, bunga-bungaan akan
menghujani tempat pemujaan itu dari awan dan akan seterusnya dijadikan
penyembahan universal kepada para Bhagavan Buddha sebanyak butiran pasir yang
terdapat dalam delapan puluh delapan ratus ribu koti nayuta Sungai Gangga. Para
Bhagavan Buddha akan memuji dengan serentak, "Unggul! Jarang sekali!
Sesungguhnya beliau seorang pengikut Bhagavan Buddha yang setia!" Pada
masa yang sama, dia akan mencapai Samadhi. Kebijaksanaan Yang Tidak Terhalang,
dan Samadhi Yang Dihiasi Minda Maha Bodhi dengan serta-merta. Demikianlah cara
untuk menepati amalan Dharani ini."
Bhagavan Buddha menasihati Dewaraja Sakra
lagi, "Raja Surga, Tathagata menggunakan pendekatan yang mudah ini untuk
menyelamatkan makhluk yang sepatutnya terjerumus ke dalam neraka, untuk
menyucikan semua haluan buruk, dan juga untuk melanjutkan usia makhluk yang
mengamalkan Dharani ini. Raja Surga, kembalilah kamu sekarang dan maklumkanlah
Dharani ini kepada Dewaputra Tusita. Selepas tempoh tujuh hari, datanglah
bersamanya menghadap Tathagata".
Pada masa itu, di tempat penginapan Bhagavan
Buddha, Raja Surga menerima amalan Dharani ini dengan penuh penghormatan, dan
kembali ke istana surganya untuk memaklumkannya kepada Dewaputra Tusita.
Setelah menerima Dharani ini, Dewaputra Tusita
mulai mengamalkannya sebagaimana yang ditunjuk selama enam hari dan enam malam.
Selepas tempoh itu, segala permintaannya telah ditunaikan. Karmanya yang
sepatutnya menyebabkannya menderita dalam segala haluan buruk telah dihapuskan.
la akan berkekalan pada haluan Bodhi dan hidupnya akan dipanjangkan untuk waktu
yang tidak terhingga. Dengan demikian, Dewaputra Tusita pun sangat sukacita,
lalu berseru dan memuji, "Tathagata yang Agung! Dharma yang Istimewa!
Keberkesanannya terbukti dengan jelas! Jarang sekali! Sesungguhnya hamba telah
diselamatkan dengan cara ini!"
Sehabisnya tempoh tujuh hari itu, Dewaraja
Sakra bersama Dewaputra Tusita dan makhluk-makhluk surga yang lain membawa
bunga malai, wangi-wangian, kemenyan, panji-panji permata, lelangit yang
dihiasi batu-batu permata, pakaian dewa dan kalungan permata, menghadap tempat
penginapan Bhagavan Buddha dengan penuh penghormatan untuk membentangkan
penyembahan yang agung ini. Setelah membuat penyembahan kepada Bhagavan Buddha,
mereka pun mengelilingi Bhagavan Buddha seratus ribu kali sebagai tanda memberi
hormat. Selepas menghadap dengan penuh takzim di hadapan Bhagavan Buddha,
mereka mengambil tempat masing-masing untuk mendengar khutbah Dharma daripada
Bhagavan Buddha dengan sukacitanya.
Kemudian Bhagavan Buddha mengulurkan tangan
keemasan-Nya dan menyentuh puncak silara Dewaputra Tusita. Sang Sugata bukan
saja berkhutbah Dharma kepadanya, tetapi juga mengaruniakan penetapan
pencapaian Dewaputra Tusita ke Bodhi. Akhirnya Bhagavan Buddha bertitah,
"Sutra ini akan dikenali sebagai Usnisa Vijaya Dharani yang Menyucikan
Segala Haluan Buruk. Haruslah anda gigih berpegang kepada amalan ini."
Setelah mendengar demikian, semua yang berhimpun di situ merasa sangat
sukacita. Mereka mempercayai, menerima dan mengamalkan Dharani ini dengan setia
dan penuh penghormatan.
NAMO SIDDHARTA GOTAMA SAKYAMUNI BUDDHAYA
NAMO MAHA VAIROCANA TATHAGATA
NAMO VIPASYIN TATHAGATA
NAMO MAHA VAIROCANA TATHAGATA
NAMO VIPASYIN TATHAGATA
("Om
Amirta Tejo Vati Svaha adalah Hrdaya Mantra Ushnisha Vijaya yang
mendapatkan pengesahan langsung dengan lencana Prajna dari Maha Vairocana
Tathagata. Sekali mengucapkan, karma buruk terhapuskan semua")